PERNAH ENGGAK SIH?



Biar ini jadi cerita aku, jadi pengalaman yang ingin aku ceritakan, dan semoga ada jawaban atas resah itu dikolom komentar.


Judul diatas mewakili segala macam resah yang aku pikirin sampai numpuk, sampai beberapa malam yang biasanya hanya aku habiskan dengan membaca habis novel kesayanganku malah aku gunakan untuk merenung. Merenungkan diriku sendiri, kesalahan yang mungkin aku lakukan tanpa aku sadari, atau mulutku yang enggak bisa menyaring dengan baik apa yang akan disampaikan, atau tingkah lakuku yang menjengkelkan. Semuanya jadi bahan renungan meski enggak pernah dapet jawaban.


Aku sama sekali enggak merasa sempurna, sama sekali enggak merasa lebih baik dibanding yang lain atau apapun itu. Hanya saja ada saat dimana aku berpikir kenapa harus aku? Atau Cuma aku? Dan banyak pertanyaan lain yang bersarang dikepalaku juga tanpa jawaban.


Begini, pernah enggak sih kamu-kamu diluar sana merasa enggak enak kalau minta tolong sama orang lain? Sampai-sampai kamu harus berkali-kali meminta maaf sama mereka walau sebenarnya mereka enggak mempermasalahkan itu. Meski begitu kamu tetap saja merasa enggak enak sama mereka dan merasa punya utang budi serta kewajiban untuk memberikan timbal balik yang sama. Alhasil, apapun rela kamu lakukan untuk membantu orang tersebut.


Pernah enggak sih? Kamu membantu seseorang, melakukan apapun yang bisa kamu lakukan, meninggalkan banyak hal, mengusahakan apapun yang terbaik, menyayanginya sepenuh hati. Dengan alasan, orang itu akan melakukan hal yang sama. Tapi, pada kenyataannya enggak ada sama sekali timbal balik yang kamu rasakan setelah melakukan banyak hal yang kadang melelahkan itu. Mereka malah dengan elegannya mengacuhkan kamu, melakukan apapun yang ingin dilakukannya, dan bahkan tergelak bersama orang-orang asing yang kemarin sore sempat jadi bahan curhatnya yang menggebu-gebu.


Pernah enggak sih? Kamu merasa bingung dan terpana ketika mungkin sahabat atau teman atau apapun sebutan kalian yang lain. Tiba-tiba datang berlinangan air mata, wajah semrawut, hati yang terpukul dan jiwa yang nelangsa. Menceritakan beban yang bergejolak dihatinya mengatakan ada seseorang yang dia benci tingkah lakunya, sifatnya dan sikap yang dia lakukan. Menyuguhimu sumpah serapah ala sakit hatinya pada orang yang dia benci. Nyalang matanya, benci dan muaknya sampai tidak mampu kau redam dengan nasihat atau kalimat penenang. Hari selanjutnya kamu dibuat terpana melihat pemandangan yang terbentang didepan mata dua atau lebih manusia yang sedang bergurau, tertawa seperti kawan lama yang baru dipertemukan, berbicara banyak hal seakan waktu tidak akan kesempatan kedua.


Akhirnya aku merenung lagi. Kali ini menghabiskan beberapa cangkir teh dikedai favoritku. Begitukah manusia? Hari ini bencinya meledak-ledak besoknya memuja yang dibencinya. Hari ini mengatakan tidak ingin bertemu meski tanpa sengaja, besoknya bahkan membuat janji yang luar biaa matang. Hari ini mengatakan aku akan jadi sahabat dan temanmu, sandarkan kepalamu pada bahuku, besoknya bertingkah seperti dua orang yang tidak  saling mengenal.



Bagaimana seharusnya aku bersikap?


Komentar

Postingan Populer