Setelah Kamu Pergi


Kalimat demi kalimat yang aku tuliskan ini adalah bentuk dari ikhlasku akan kehilangan.

Bentuk dari pemahamanku bahwa ditinggalkan kamu merupakan cara terbaik yang direncanakan Tuhan untuk menggantinya dengan orang yang lebih baik.

Yang mencintaiku melebihi dirinya sendiri, yang berdiri sambil menggenggam tanganku saat aku hampir saja jatuh, yang merengkuhku bukan hanya dengan lengannya tapi juga dengan keseluruhan fisik dan jiwanya.  

Juga untuk mempertegas bahwa tulisan ini tidak lagi disertai dengan banyak isak tangis, tidak lagi dipenuhi dengan sesak di dada, juga puluhan tanya perihal penyebab kepergianmu.

-------------------------------------------------------


Ribuan hari kemarin tanpa banyak penjelasan bahkan justru menimbulkan tanya kamu bilang ingin pergi saja. Kemudian berlalu tanpa sedikitpun berminat mendengar ketidakinginanku, atau sekedar memberiku waktu untuk memahami ucapan selamat tinggal itu. Memanggilmu berulang kali sampai rasanya suaraku hampir habis tak lantas membuatmu menoleh, menangis tanpa henti pun tak lantas membuat rasa iba itu muncul dihatimu. Aku terus bertanya sebesar apa kesalahan yang aku perbuat hingga cepat sekali kamu berpikir untuk pergi.

Iya, berat sekali melepas seseorang yang sedang amat sangat disayangi.  Tentu aku tidak siap. Karena itu banyak pesan yang aku kirimkan ke ponselmu, banyak panggilan yang sekarang menganggumu, juga kebetulan yang tanpa sengaja membuat kita bertemu. Aku amat senang. Kenapa? Karena aku pikir mungkin saja kamu berubah pikiran atau kamu punya sekedar beberapa kalimat pendek untuk menjelaskan mengapa memilih pergi padahal janji sehidup semati selalu mewarnai banyak hari yang kita lewati. Sayang, tak satupun pesan yang berbalas, sekalipun panggilan yang dijawab atau kebetulan yang tak pernah kamu inginkan terjadi.

Jelas, aku marah. Bagaimana bisa dengan mudahnya memilih pergi, bagaimana bia membuat aku merasakan cinta itu sendiri, bagaimana mungkin mengambil kemudian tak disimpan lagi. Tapi kangen mengalahkan segalanya. Perasaan masih menang diatas tahtanya. Menangis lagi satu-satunya cara yang aku bisa untuk hilangkan sesak di dada. Meski pada berjalannya waktu berkurang. Tetap saja ketika sebelumnya terbiasa dengan adanya kamu lalu sekarang tidak itu menyiksa. Bukan tentang kembalinya kita menjadi dua orang yang berbeda atau perihal kini menjadi sendiri sama sekali bukan. Ini tentang banyak hari yang habis kita lewatkan bersama. Begitu banyak cerita yang akhirnya jadi kenangan. Begitu banyak cinta yang akhirnya jadi kandas dan begitu banyak rindu yang akhirnya harus beradu kemudian dipaksa berhenti agar aku tak boleh lagi begini.
Aku terlalu frustasi kepergianmu menciptakan palung yang amat dalam, goresan yang amat panjang, rindu yang terus memburu. Malam itu aku memilih pergi, jauh dari apa yang bisa mengingatkanku padamu. Duduk didekat jendela sebuah bus tempat paling aman agar penumpang lainnya tak menyaksikan airmata yang tak mau juga dipaksa berhenti. Tempat paling tepat mengulur rasa. Tempat paling tepat mempersembahkan luka pada langit mendung malam itu.

Hari-hari berlalu. Aku tak lagi banyak menangis. Tak lagi banyak mengeluh tentang pergimu yang mengguncangkan hati. Ditempatku yang baru kadang binar senyummu masih terbayang meski selalu aku tepis. Banyak kabar yang datang kamu sudah melabuhkan hati pada gadis manis yang sering kau sebut namanya saat masih bersamaku. Tidak pernah terpikir olehku ternyata dialah yang mampu menggoyahkan rasamu yang amat banyak untukku. Tandanya aku tak lagi bisa sekedar berharap atau sedikit memohon pada Tuhan agar kamu kembali. Aku penasaran mungkin sudah selama itu juga kamu menaruh hati padanya. Selama itu juga kamu mencari cara bagaimana menggamit hatinya dan melepaskan genggamanmu padaku.

Tapi, setelah kamu pergi aku memahami satu hal bahwa mencintai itu hanya sekedarnya, menyayangi itu seperlunya, sebab cinta dan sayang hakiki haruslah pada_Nya. Lagi-lagi cinta menutup mataku, saat itu cinta bagiku adalah mencari banyak cara agar kamu bahagia, memberi seluruh hatiku untukmu, menggenggam tanganmu tanpa pernah berpikir untuk melepas. Nyatanya aku salah, mencintai yang benar adalah timbal balik. Aku mencintaimu dan kamu mencintaiku. Seharusnya aku tak terlalu menggenggam apa yang aku miliki. Sebab semakin aku takut kehilangan ternyata kamu akan tetap pergi. Mencintai adalah saat ketika kita tak pernah berpikir untuk pergi dengan alasan apapun.

Seseorang mengajariku banyak hal tentang cinta. Memberiku banyak rasa cinta. Yang ternyata dulu hanya aku yang memeliharanya dan kamu tidak. Dia bilang cinta itu butuh dua orang untuk saling membalas rasa itu. Cinta itu ketika kita punya banyak peluang untuk pergi tapi memilih diam ditempat bukan karena seseorang adalah segalanya tapi itulah cinta selalu ada alasan untuk tetap tinggal. Waktu yang panjang setelah kehilanganmu membuatku paham bahwa kehilanganmu adalah rencana Tuhan untuk mempertemukanku dengan yang lebih baik seperti dia. Setelah kamu pergi aku jadi kembali merenung ternyata banyak hari sia-sia yangaku habiskan untuk memikirkan kamu yang tidak memikirkan aku.


Aku mau bilang terimakasih. Kehilanganmu kadang membuatku merasa beruntung. Karena kalau tidak aku mungkin tidak akan bertemu dia. Iya, yang sekarang hampir selalu ada untukku. Dia pernah bilang “Aku sayang kamu, semoga sampai nanti”. Ungkapan singkat yang penuh makna, tidak banyak uluran janji, apalagi mimpi. Aku bahagia. Sungguh. 



Muja-muju, 28 Januari 2018

Komentar

Postingan Populer