It's Okay To Say "NO"

Enggak kaget sih kalo Jogja jadi sebegitu macetnya di akhir tahun 2019 ini. Selain karena julukan "Istimewa" dan beneran istimewa. Orang-orang punya banyak alasan untuk kesana, entah itu untuk belajar gimana budayanya, penasaran kayak apa orang-orangnya, seperti apasi pendidikan di "Kota Pelajar" itu, travelling atau banyak alasan lainnya. Sama kayak aku, kalo dulu bisa terus ke kota itu dengan alasan "Pendidikan". But now, dengan alasan liburan yang artinya aku gak bisa lagi tiap saat dan sesuka hati ada disini. Padahal Bali lebih eksotis kalo mau dijadikan destinasi wisata. Apalagi sekarang suda berdomisili di Bali yang aku juga gak tau sampe kapan. Tetep aja Jogja gak pernah kehilangan keistimewaannya.

Ngomong-ngomong tentang liburan, hari ini (28 Desember 2019)  hari terakhir aku bisa menikmati manisnya jogja di pagi hari karena beberapa jam lagi kereta yang aku tumpangi berangkat menuju stasiun Jember. Liburan singkat dan ketemu beberapa orang baru bikin aku belajar banyak hal. Terutama bagaimana kata "Tidak" itu kadang penting untuk diucapkan dan dampaknya bagi kita dan orang lain. 

Untuk beberapa orang mengucapkan kata "Tidak" benar-benar sulit untuk dilakukan. Apalagi kalau orang tersebut punya karakter perasa dan takut nyakitin orang lain. Seperti apapun sulitnya sudah pasti kata "tidak" tidak akan diucapkan meski pada akhirnya akan nyakitin perasaannya sendiri. Dan itu yang udah aku rasain selama ini. Bagaimana pun juga aku selalu berusaha untuk mengatakan "iya" ketika ada orang yang meminta bantuan, atau apapun yang diminta seseorang. Walaupun secara sadar aku tahu itu bakal merugikan diri sendiri dan tidak aku senangi. Karena perasaan takut menyakiti perasaan orang lain terlalu kuat melekat kuat. 

Nyatanya, aku lebih sering merasa men-dzalimi diri sendiri, marah-marah karena kesel gak bisa nolak dan bilang tidak padahal aku sendiri berhak untuk lakuin itu. Parahnya beberapa orang justru memanfaatkan itu. 

Seperti hari ini, dalam perjalanan pulang menuju Denpasar. Handphoneku berdering berkali-kali padahal asli ngantuk banget karena harus bangun dan siap-siap dari subuh biar bisa foto-foto di titik Nol KM sebelum ke stasiun untuk pulang. Kolega kerjaku, yang diwakili pacarnya minta aku untuk nemenin dia pulang dari jember ke Denpasar. Yang artinya, setelah 11 jam di kereta aku harus rela naik bis lagi 10 jam perjalanan dan memastikan si teman ini baik-baik saja sampai di tempat tujuan dan melaporkannya ke sang pacar. 

Perasaan takut nyakitin orang lain dan gabisa membantu bikin aku goyah dan mikir keras. Satu sisi, kasian kalo gak ditemenin si teman ini bakal sendirian dalam perjalanan. Oh satu lagi, pacar si temen ini nelpon sampai sepuluh kali buat mastiin aku mau nemenin pacarnya untuk pulang ditambah dengan kalimat-kalimat menyudutkan serta nge-judge aku sebagai teman yang gak tau diri dan tegaan ngebiarin temen sendirian. Disisi lain, otomatis aku melanggar janji ke temen lain yang dari awal liburan udah bareng dan ngecewain orangtuanya karena aku udah terlanjur bilang bakal pulang bareng keluarga kecil itu. Dan, juga menyakiti tubuh sendiri dengan tidak membiarkan tubuh sendiri  buat istirahat setelah pegel dan sempit-sempitan di kereta 12 jam. 

Rasanya berat banget mutusin, yang akhirnya aku minta pendapat roomate sekaligus sodaraku apa yang harusnya aku lakukan. Dia cuma ngasih aku saran untuk mempertimbangkan baik buruk serta dampaknya bagi aku sendiri sebelum memutuskan. Yang penting adalah apapun keputusannya selama tidak menyakiti apalagi merugikan diri sendiri tidak masalah. Untuk pertama kalinya dia yang suka becanda ngomong serius "Gapapa loh sesekali bilang gak, untuk sekedar menghargai diri dan tidak mendzolimi diri".

Dari situ aku mikir, boleh banget mikirin orang asal jangan lupa sama diri sendiri. Kenapa harus mengutamakan orang lain dengan menyakiti diri sendiri sih? And in the end, aku bilang ke pacarnya temen ini kalau aku gabisa nemenin, gak sanggup, kasian kesehatanku. Ngomong belum kelar banget aku udah disemprot dan dilabeli sebagai teman yang tidak setia dan jahat. Tapi disaat yang bersamaan aku juga lega karena gak harus bertanggungjawab atas orang lain. Aku gatau kalau ternyata bilang "Tidak" gak sehoror yang selama ini ada dipikiran. Kata "Tidak" justru juga bisa berguna buat mental kita biar gak tertekan dan akhirnya depresi. Kita berhak memilih dan berpendapat atas semua yang  kita lakukan asal tidak merugikan. Karena kita gak akan selalu bisa nyenengin orang lain, diri sendiri juga perlu untuk disenangi. Sangat manusiawi ketika kita melakukan kesalahan atau keputusan yang mengecewakan bagi orang lain. 

Dan please banget buat orang-orang diluar sana yang sudah sangat beruntung diberikan anggota tubuh yang sempurna untuk melakukan banyak aktivitas termasuk liburan, yang dikasih rezeki untuk bisa liburan syukuri itu. Mulailah melakukan segala hal sendiri jika bisa, untuk itulah Allah memberi kita banyak nikmat agar bisa kita gunakan dan nikmati. Jangan cuma mau dilayani, dikhawatirkan, ditolong, dimanja, dan sebagainya karena orang-orang gak selamanya ada untuk melakukan itu untuk kita mereka juga punya saat-saat sendiri untuk memperhatikan dirinya.  



Eti Rosmiati_

Komentar

Postingan Populer