Sari, Hema dan Cintya
Haruskah
aku ledakkan saja laboratorium itu? Biar laboran baru yang sombong dan pelit
senyum tadi lenyap dan tidak akan muncul lagi? Sepertinya itu ide paling
cemerlang untuk saat ini. Tetapi cepat-cepat aku hilangkan pikiran aneh yang
berkelabat tersebut. Kalau begitu caranya 2 tahun lagi aku tidak akan bisa
mengunjungi Jogja Expo Centre untuk
mendapat gelar sarjana melainkan berbelok ke kantor kejaksaan untuk mendengar
tuntutan berapa tahun aku harus membusuk dibalik jeruji besi akibat hebatnya
ide untuk meledakkan laboratorium. Aku bergidik ngeri membayangkan hal
tersebut.
Sari
memang selalu begitu sejak praktikum selesai dia menghilang entah kemana.
Tiba-tiba saja saat ini aku sedang ditarik paksa untuk mendengarkan cerita yang
baginya selalu penting untuk aku dan kami semua-sahabatanya untuk didengar. By the way, aku dan sahabatku sudah
berbaikan. Begitu saja. Tidak ada alasan khusus. Tiba-tiba saja jadwal kuliah
yang padat membuat kami mencuri-curi waktu untuk makan bersama pekan kemarin.
Lalu obrolan mengalir begitu saja. Ternyata ada banyak hal yang terjadi selagi
kami merenung.
Seharusnya
aku menikmati semangkuk bakso di kantin belakang kampus. Dan saat ini hujan
deras tetapi cewek didepanku ini sudah memajukan bibirnya 3 cm dari biasanya.
Baiklah, sepertinya akan aku nikmati bakso yang menggugah selera ini nanti
setelah mendengar dia bercerita.
“Kemarin
Hema mengajakku mencoba jus baru di daerah wirobrajan”. Tukasnya. Jadi mereka
baru saja jalan berdua. Hema adalah ketua organisasi yang kami geluti dikampus
lalu sari adalah wakilnya. Aku? Sekretaris dan Cintya adalah bendahara yang
punya moto “Uang harus banyak yang masuk, tapi gak boleh keluar banyak”.
Seiiring
berjalannya waktu, kami berempat dekat begitu saja. Menghabiskan separuh waktu
bersama entah itu di basecamp atau
dimana pun. Dan Hema jadi satu-satunya lelaki diantara kami. Otomatis kami
memperlakukan dia layaknya satu-satunya yang kami punya. Rupanya hubungan rekan
kerja ini berkembang rumit diluar dugaan. Sari menginginkan Hema yang ternyata
menginginkan Cintya yang menginginkan orang lain. Dan aku? Anggap saja aku
penonton saat ini karena aku bahkan baru mengetahui hal ini sekarang. Bagaimana
bisa aku secuek itu hingga tidak sedikitpun menyadari perbedaan antara mereka
bertiga.
“Lalu?”.
Tanyaku penuh arti sambil melirik baksoku yang malang.
“Dia
meminta pendapatku, bagaimana kalau dia mulai menyukai Cintya”. Tukasnya lirih.
Aku tidak tahu harus bagaimana menanggapi cerita ini. Satu sisi aku ingin Sari
memperjuangkan perasaannya dengan berkata jujur tapi disisi lain Hema menaruh
perasaan pada Cintya. Bukankah terlalu menyakitkan menyukai seseorang yang
menyukai orang lain?
Aku
tersenyum penuh arti pada Sari. Memintanya untuk melupakan Hema. Karena memang
tidak akan pernah bisa memaksakan perasaan pada orang lain bukan? Sari
berhambur dari bangkunya mengambil tas lalu pergi. Bagaimana ini?
Komentar
Posting Komentar