KENAPA SIH ????


Masa pandemi emang bikin pikiran semrawut. Apalagi sebagai guru kerjaannya malah jadi double dan ribet. Ditambah lagi kekhawatiran kalau-kalau siswa enggak paham materi yang disampaikan hanya lewat video yang di unggah dichannel youtube sekolah. 


Lebih parahnya pandemi ini bikin hati jadi makin perasa. Suka marah dan emosi untuk hal-hal kecil dan remeh lalu mulai sering muncul pertanyaan "Kenapa sih??". 


"Kenapa sih masih harus nanya sesuatu atau info kalau info tersebut sebenarnya bisa dibaca?"
Sering kali gak habis pikir untuk satu hal yang sepele ini. Minat baca yang kurang kadang bikin kita ngentengin sesuatu. Yaa kayak itu tadi dari pada rempong nyari atau baca mending nanya aja langsung. Perangkat canggih kayak smartphone malah gak jadi smart kalo apa-apa langsung ditanya. Mbah google juga jadi gak guna-guna banget bagi orang males yang maunya di cekokin doang tanpa mau sedikit modal usaha dan kuota untuk buka browser. 

"Kenapa sih harus jawab terserah padahal kita dikasih seperangkat kepala dan otak buat mikir?"
Maha besar Allah SWT untuk setiap nikmat yang sudah dikasih ke kita dengan begitu sempurna tetapi sering kali tidak kita pergunakan sebagaimana mestinya. Kadang suka nyalahin diri sendiri untuk satu hal ini. Entah kenapa disaat-saat tertentu diri ini males banget buat mikir yang ujung-ujung jawab "terserah" ketika ditanya sesuatu oleh seseorang. Berasa jadi kufur nikmat. Padahal kalau mau sedikit berusaha untuk 1-2 menit tidak ada salahnya untuk berpikir dan memberi jawaban. Ah manusia !!



"Kenapa sih orang-orang suka bicara tanpa peduli perasan orang lain?"
Sejak kecil ibu selalu mewanti-wanti kalau berilmu tanpa beradab sama aja bohong. Bahwa orang yang beradab pasti berilmu tapi belum tentu sebaliknya. Iyaa, benar sekali semakin dewasa dan bertemu dengan banyak orang yang berbeda dari banyak segi banyak juga aku temukan orang-orang yang seperti itu. Berbicara tanpa peduli dengan perasaan orang lain dengan dalil "Inilah aku dan cara bicaraku yang apa adanya". Apa adanya malah jadi tameng untuk menutupi keegoisan diri individu untuk bisa seenaknya berbicara. Bahkan seringkali orang-orang yang seperti ini juga akan merasa sedih dan sakit hati apabila orang lain juga mengatakan hal yang sama.


"Kenapa sih harus membandingkan rezeki kita dengan orang lain". 
Kadang sebagai manusia seringkali kita, khususnya aku lupa bersyukur dan lupa kalau semua hal yang ada didunia sudah di atur sesuai porsinya masing-masing. Hanya saja banyak hal ada yang didapat dengan berjuang lebih keras atau sebaliknya. Juga waktu yang berperan penting dalam pembuktiannya. Biar sabar jadi lebih bermakna dan prosesnya bisa memberi pelajaran berharga. By the way, seringkali perbandingan rezeki ini bikin kita ngerasa selalu kurang dalam banyak hal dan enggak menghargai sesuatu. Lagi-lagi manusia dengan segala macam kerepotannya.



Bicara tentang kenapa enggak akan ada selesainya. Semoga pandemi ini segera berakhir dan segalanya kembali seperti semula. 









Komentar

Postingan Populer