saat itu, dia pernah tanya.....
Tahun kemarin yang panjang itu, Allah kasih kesempatan untuk bisa sedikit lebih dekat dengan sahabat lama. Kami saling mengenal sejak lima belas tahun yang lalu meski duduk dikelas yang berbeda. Dekat dengan sendirinya karena saat itu aku sedang di posisi seperti anak remaja lainnya a.k.a cinta monyet. Hahaha lucu si kalo diingat-ingat. By the way, aku selalu suka ngobrol sama dia yang selalu punya bahan obrolan yang banyak. Dia salah satu anak laki-laki hebat yang dipaksa kuat oleh keadaan. Setelah ayahnya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, dia praktis memikul semua tanggungjawab seorang kepala keluarga. Bukan cuma aku, kalian pasti juga akan kagum padanya.
Sepanjang obrolan yang intesitasnya semakin banyak itu, dia mengutarakan keinginannya untuk membina sebuah kehidupan baru denganku. Aku terlonjak kaget, seketika semua topik pembicaraanku berubah menjadi dia, perlahan aku jadi heran karena selalu refleks tersenyum saat menerima pesan darinya, capek yang numpuk karena seharian ngadepin banyak karakter manusia ilang ketika kami melakukan panggilan video. Aneh ya, kayak bocah. Malu-maluin.
Tetapi aku jadi lebih tahu dia orang yang seperti apa. Mungkin karena keadaan, dia tumbuh jadi seorang anak laki-laki tangguh yang bisa luruh hanya dengan sentuhan kecil. Dia gak pernah sungkan untuk cerita banyak hal tentang kehidupannya yang gelap sekalipun. Sampai pada akhirnya aku sadar bahwa pada sekian bulan intensitas obrolan itu ada satu nama yang tidak pernah lepas dari pikirannya yaitu "Laras".
Sejujurnya ada sebersit rasa cemburu ketika dia mendeskripsikan bagaimana cantiknya seorang Laras, bagaimana lembutnya, bagaimana taatnya seorang Laras pada Tuhannya (dia rajin sekali melaksanakan puasa sunah juga ibadah lainnya). Saat itu hati kecilku hanya bisa bergumam "Aku juga sedang dalam proses menjadi lebih baik dan pantas untuk kamu, aku belajar memasak dengan baik meski rasanya masih tidak karuan, aku masih berusaha tidak menggerutu untuk menyetorkan hafalan pada murobbiku, aku masih berusaha untuk menghilangkan rasa kantuk yang sulit untuk ku bendung saat mengadu pada sepertiga malam, aku masih berusaha untuk mengendalikan emosi yang seringkali tidak terkendali, aku juga masih berusaha untuk memperbaiki banyak hal dalam hidupku, bahkan aku sampai ditahap merencanakan banyak hal untuk membangun sebuah kehidupan baru denganmu".
Aku masih tetap teguh ingin bersamanya meski mengetahui itu semua, meski banyak pihak yang tidak setuju, meski dia melampiaskan amarah untuk ketidakadilan dalam hidupnya.
Ditengah bahagianya dia hadir dalam hidup, saat itu dia pernah tanya tentang "Sejauh apa hubunganmu atau apa yang telah dia lakukan padamu hingga sampai empat tahun berpisah kamu masih terus saja tidak bisa melupakannya?". Saat itu rasanya seperti petir disiang bolong, lidah jadi kelu, dan jantung seperti dihujam pisau tajam. Aku bahkan tidak sanggup menjawab apapun kecuali "Kita sudah saling mengenal belasan tahun, apakah penilaianmu untukku serendah itu?".
Ketahuilah, aku sungguh sangat sulit melupakannya karena dia adalah orang pertama. Iya, pertama yang membuatku mengerti bahwa sebahagia itu memiliki keluarga yang lengkap dan hangat dengan menghadirkan akung dan uti yang selalu penasaran bagaimana aku melewatkan hari-hari yang berat. Memperkenalkan padaku rasa asing sekaligus membahagiakan apabila kita punya tempat untuk pulang dan jujur untuk semua hal yang dirasakan.
Selamat 27 November :)
Selamat berbahagia, selamat menemukan pelabuhan terakhir, dan semoga keberkahan selalu menyertai keluarga kecil kalian. Terimakasih sudah pernah singgah, terimakasih sudah pernah mencoba membersamai, dan terimakasih sudah menjadi teman bicara yang menyenangkan meski aku belum menemukan celah untuk menjadi diriku sendiri dihadapanmu, terimakasih sudah mau banyak jujur tentang kehidupan yang seperti roller coaster meski aku selalu takut untuk jujur tentang hidupku yang bukan cuma terbelah tetapi hancur berantakan.
Komentar
Posting Komentar