ketinggalan kereta
Cuaca beberapa waktu terakhir beneran enggak bisa ditebak. Kadang bisa panas banget tapi selang beberapa menit kemudian hujan deras dan lama. Mau enggak mau harus ekstra jaga kesehatan. Tapi kali ini bukan tentang hujan dan gemuruh petir yang terus bersahut-sahutan tiap hari.
Setelah menerima beberapa undangan pernikahan dari teman sekolah, seseorang mengatakan satu hal yang sontak membuatku terkejut dan mulai berpikir. Katanya aku sudah ketinggalan kereta. Aku harus berlari lebih kencang berkejaran dengan umurku sendiri dan orangtuaku. Apalagi di masyarakat, mereka akan dengan semangat menggunjing anak-anak perempuan yang umurnya mendekati 25 tahun tetapi belum menikah entah itu alasannya apapun.
Aku lantas banyak termenung dan berpikir. Sejauh apa aku sudah tertinggal. Lalu mengamati sekitar. Ah iya, benar saja. Ternyata teman-teman seperjuangan sekolah dulu banyak yang sekarang pusing memikirkan menu MP ASI buah hatinya, memilih baju-baju yang lucu untuk anaknya yang akan lahir dan sebagian lagi sedang berbunga menyiapkan segala kebutuhan hari bahagianya. Tetapi tidak semua orang akan beruntung, mendapatkan rezeki diwaktu yang tepat. Sebagian akan diuji dengan harus terus bekerja agar bisa menghidupi keluarganya, sebagian yang lain harus hidup dengan bayang-bayang ketakutan masa lalu sehingga untuk membuat keputusan besar itu akan sangat sulit, sebagian yang lainnya lagi diberi kesempatan lebih banyak untuk memperbaiki diri sehingga nanti akan meminimalisir penyesalan.
Pada akhirnya kupikir tidak penting kapan aku, kamu atau siapapun perempuan diluar sana akan menikah. Sebagai manusia yang memiliki keyakinan beragama tentu saja tahu bahwa Allah akan memberikannya diwaktu yang tepat dengan usaha yang harus kita lakukan. Ini justru tentang dengan siapa kita menikah. Tidak masalah ketinggalan kereta, biar saja kereta itu pergi. Lebih baik ketinggalan kereta daripada menaiki kereta yang salah.
Bagiku, menikah itu adalah sebuah keputusan besar. Ibadah yang harus dijalani seumur hidup. Untuk itu perjalanannya tentu saja tidak mudah.
Aku sadar betul dengan banyaknya kurang dalam diri. Tetapi aku tetap nekat berharap dan meminta pada Tuhan agar memberiku kesempatan membina sebuah keluarga yang baik seperti yang aku impikan. Sebuah keluarga kecil yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang mampu meruntuhkan egoku, yang mau memegang tanganku dan berkata "kita hadapi berdua, kamu sudah cukup berjuang sendirian", yang mau belajar bersama dan saling membenahi, yang mau berjamaah dan bertadarrus bersama, yang mau menasehati dengan baik tanpa harus memukul, serta mempunyai tujuan yang sama a.k.a surga. Karena pada akhirnya yang akan membuat bertahan bukan fisik atau harta tetapi tujuan yang sama.
Untuk keinginanku yang terlalu banyak, bayang-bayang masa lalu yang masih saja membuat takut dan banyak berpikir semoga Engkau berikan jalan keluarnya :)
Oiya, setelah dua minggu dirumah sekarang waktunya kembali ke realita.
Komentar
Posting Komentar